Selasa, 02 Agustus 2016

PUISI DAN PELITAKU

.............
puisi dan pelitaku,
kau sejuk seperti embun pagi membasah di daun jambu
di pinggir kali yang bening

Sayap sayap kecil lincah berkepak
seperti burung camar
terbang mencari tiang sampan.
Engkau berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu
mengikuti arus air berlari


Entah kenapa aku menjadi terasa mudah menjadi seorang pujangga. Kata-kata puitis yang suka menjadi bahan tertawaan sekarang menjadi nyata-nyata indah. Dan itu semua bikinanku sendiri. Saat ini kata-kataku indah seperti lagu Ebiet G Ade namun pastinya teman-teman kostku mengejeknya.

Seandainya ada lomba membuat puisi di kelas, aku yakin bisa jadi juara satu. Karena saat inilah aku mudah menyusun kata-kata indah.
Seperti kata-kataku yang terselip di buku Fisika yang saya pinjam dari Lia.
Entah dia marah atau tersenyum, aku nggak peduli. Aku tulis seperti ini

engkau seperti pelita
yang menerangi gelapnya hatiku.
lantas angin menerpa
gelap kembali
.......................................................

hehehe lucu juga ya, aku bisa menulis beberapa baris. Setelah itu pikiranku berkecamuk. Buntu.
Inilah saat dimana aku akan menjadi lelaki. Bersikap berani menerima penolakan, dan berani berhadapan dengan kenyataan apapun.
Jika ia yang hadir dalam mimpiku ini menjadi nyata di depanku dan disampingku dan kelak menjadi pendampingku, maka itulah fakta yang harus aku terima dan syukuri.

wow, sok dewasa ya.



Hmmm, perjalanan ku ini tengah berusaha menembus batas langit. Karena Lia seakan di atas langit ke 2 atau ketiga, mungkin juga di langit ke tujuh. Meski faktaya ia sering di hadapanku.

Langit ini begitu luas. Bumi ini hanyalah sebuah titik kecil di tengah galaksi. Betapa kccilnya saya di tengah galaksi.  Meski bumi ini kecil, saya hanya tahu sebagian kecil dari negeriku. Aku hanya sempat berjalan hingga Bandung atau jogya. Itu perjalananku terjauh. Lia? hoho dia sudah  jalan-jalan ke luar negeri.

Kadang aku berpikir, apakah mungkin saya keliling Indonesia? Apakah mungkin saya ke luar negeri?Apakah mungkin saya ke Amerika Serikat yang selisih waktunya persis 12 jam dibanding waktu Indonesia?

Jawabannya mudah. Semuanya serba mungkin. Bahkan ke bulan pun juga mungkin.
Kalau itu serba mungkin, kenapa saya tidak berdoa, minta supaya saya dikirim ke bulan? Atau minimal ke Amerika? Berdoa kepada Tuhan itu gratis, tidak akan dimarahi, tidak kena denda.

Ya, yang bisa saya lakukan adalah berdoa, minta kepada Yang Maha Memberi, agar Dia memberikan jalan untuk ke luar negeri. Eh, aku juga berdoa,  minta agar didekatkan ke Lia. Ya Allah, begitu banyak permitaanku. Sedangkan aku sering melupakan kewajibanku sebagai hambaMu. Ampuni aku ya Allah.

Tiba-tiba Tuhan langsung memberi pilihan kepadaku, mau didekatkan ke Lia atau saya menjadi orang Indonesia yang bisa ke bulan, apa jawaban saya.

"Ya Tuhan izinkan saya ke bulan bersama lia,"
"Tidak bisa, kamu harus pilih salah satu!!" terdengar suara keras disertai gemuruh. Aneh sekali saya seperti sedang di sebuah film yang bercerita tentang dunia lain.

"Mungkinkan saya akan menjadi orang sakti?" tanyaku dalam batin.

"Tolong sampaikan ke Tuhan agar mengizinkan saya mendapatkan keduanya," pinta saya dengan suara bergetar.

"Tidak bisa, kau harus pilih salah satu," suaranya kembali keras dan bergema. Saya menoleh ke kanan mencari suara itu. Tidak ada makhluk apapun. Tiba-tiba saya bingung, sedang dimanakah aku.Kenapa sekarang bukan di kamar tidur tapi seperti hutan belantara?

Ya Allah, izinkah saya berpikir," pinta saya pelan.

"Waktumu hanya 2 menit untuk mengambil keputusan," rupanya suara lirih saya terdengar dan langsung mendapat jawaban.

Saya tergagap, jantung berdetak keras. leher saya seperti tercekat, hampir tak bisa bicara. waktu tinggal 30 detik. detak jam tangan mengikuti detak jantungku. kali ini terasa keras seperti lonceng.

"Baiklah, saya memilih Lia" jawab saya sambil mencoba tegar, bercucuran keringat di leher dan muka saya. Saya merasa kelelahan, tetapi terasa lega mengambil keputusan yang berat. Entahlah ini benar atau salah. Setidaknya saya bisa mengambil keputusan.  Biarlah hilang kesempatan menjadi orang Indonesia pertama yang bisa pergi ke bulan.

Saya menengok ke kanan kiri. Suara yang tadi saya dengar sudah berganti dengan gemuruh ombak. Seperti menggelegar. Ada sayap burung-burung melintas di depan mataku. Aku sekarang sudah berada di pantai yang indah entah di mana. Sinar matahari terlihat di ujung sana seakan mau berpamitan karena tugasnya untuk menyinari bumi hari ini  sudah selesai. Malam sebentar lagi akan menggantikannya.

Sesosok gadis tiba-tiba sudah berada di depanku. semerbak wangi melewati hidungku. Ia tersenyum. ya, dia adalah Lia.

"Bangun!!!! Bangun !!!, sudah subuh!!" kali ini suara keras seorang ibu kost membangunkanku.

Subhanaloh. Ini semua mimpi. Untunglah ini hanya mimpi.










0 komentar:

Posting Komentar