“Ngomong-ngomong,
siapa guru SMAmu yang paling
mengesankan?,” tanya Pras ketika makan malam di rumah kost. Waktu itu ujian SMA
sudah selesai, tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Pras adalah teman kost
yang sekolah di SPGN (Sekolah Pendidikan Guru Negeri) Purwokerto, SPG yang cukup terkenal di berbagai kota di Jateng dan
siswanya banyak dari luar kota. Untuk menjadi guru SD di masa itu tidak perlu
kuliah, cukup menempuh SPG yang setara
dengan SMA, begitu lulus bisa meneruskan kuliah atau langsung menjadi guru SD.
Guru SD
adalah profesi yang sangat didambakan oleh para orang tua di pedesaan. Mereka
khususnya para petani mendambakan anaknya jadi guru, sebuah profesi yang sangat
terhormat. Namun bagi kalangan perkotaan profesi guru , khususnya guru SD kurang
menarik. Lagu berjudul Umar Bakri yang didendangkan Iwan Fals, di masa itu ikut mempengaruhi persepsi publik soal guru
yang hidup jujur berbakti, tapi makan hati.
Jadi tak sedikit siswa SMA negeri yang merasa derajatnya lebih tinggi
dari SPG. Sebaliknya, meskipun siswa SPG
Purwokerto yang merupakan hasil seleksi ketat, banyak yang merasa kurang keren dibanding
SMAN Purwokerto.
Tapi Pras
tidak demikian. Ia anak SPG yang rendah hati sekaligus banyak gaul. Sifatnya banyak bertanya tentang pengetahuan
umum dan juga soal IPA. Itu sebabnya ia cukup dekat denganku. Hobynya main gitar, dengan tingkat keahlian
pas-pasan sepertiku. Tapi dia cukup
berani bernyanyi di panggung, disertai tepuk tangan meriah, bukan karena
bagusnya, tapi karena kenekatannya hehehe.
“Guru
yang paling mengesankan adalah Guru Matapelajaran Kosong,” aku menjawab sambil
tertawa.
“Hahaha,
dasar malas sekolah,”
Meskipun
sambil tertawa, namun “mata pelajaran Kosong” di sekolah ku , khususnya bagiku,
punya kesan tersendiri.
Begini
ceritanya. Dalam satu hari, kami berada di sekolah menempuh 6-7 jam pelajaran. Di Hari Jumat
hanya 5 jam pelajaran.Di tengah-tengah pelajaran kadang ada satu jam pelajaran
yang kosong karena gurunya sedang bertugas di tempat lain atau berhalangan karena
sesuatu hal. Kalau mata
pelajaran kosong itu jam terakhir, kami bersorak karena bisa pulang mendahului kelas lain.
Namun jika yang kosong di tengah-tengah, ketua kelas berusaha mencari guru jam
pelajaran terakhir supaya jadwal mengajarnya bergeser lebih awal. Jadi jam
pelajaran terakhir kosong dan bisa pulang duluan.
Entah
darimana mulainya, tugas ketua kelas di sekolahku memang begitu, mencari guru
di saat pelajaran kosong agar bisa pulang gasik. Jika dia serig berhasil melobi
guru supaya mengiri pelajaran kosong demi pulang gasik, maka periode sebagai
ketua kelas bisa diperpanjang sampai kapanpun.
Saya yakin banget seperti itu. Dan selama ini yang saya tahu, ketua
kelas yeg terpilih hampir bisa dipastikan bukan anak yang paling tinggi nilai
raportnya melainkan yang bisa dekat dengan guru.
Ya, dari dulu
sepertinya sekolah itu bukan menuntut ilmu, tapi menuntut pulang lebih cepat
dan menuntut libur lebih lama. Kami sekolah dengan membayar tapi tidak ingin berlama-lama di sekolah. Yang
menyenangkan di sekolah adalah persahabatan bukan pelajaran, apalagi ujian. Adat kami memang seperti itu.
Inginnya sering pulang gasik, kalau perlu sering libur, tapi tetap pintar.
Nah, tak
jarang, pelajaran kosong itu benar-benar kosong karena tidak ada guru yang bisa
mengisi kekosongan itu. Di saat seperti itu kami siap bersenda gurau dengan teman sekelas untuk
mengisi waktu kosong. Teman yang rajin, jam kosong dipakai untuk mengerjakan PR-S, alias
pekerjaan rumah yang dikerjakan di sekolah. Kalau ada yang seperti itu,
biasanya ada yang menegur,"Dilarang mengerjakan
pekerjaan rumah di sekolah."
Tentu saja itu bercanda.
Ada satu guru yang suka mengisi pelajaran
kosong di kelas manapun selagi ia punya waktu, tanpa harus diminta
oleh ketua kelas. Ia
seperti guru serba bisa. Jika pelajaran Kimia yang kosong, ia bisa bicara Ilmu
Kimia. Kalau guru Matematika tidak masuk, ia bisa ke kelas bicara soal
matematika. Banyak siswa yang takut jika guru ini masuk, tapi anehnya aku
asyik-asyik saja jika dia hadir saat kami sedang menikmati kebebasan akibat ada
guru yang tidak mengajar. Guru tersebut kami juluki
Guru Matapelajaran
Kosong, disingkat GMK.
Ia bisa tiba-tiba nyelonong langsung masuk ke kelas yang kosong dan memberi
ceramah kepada para siswa.
Namanya
Soediro Wirohartono yang dijuluki Mr GMK. Ia adalah mantan guru biologi yang menjadi kepala
sekolah kami. Karena menjadi kepala sekolah, ia tidak lagi mengajar. Karena
tidak mengajar, ia sering keliling ke
kelas-kelas untuk memantau dimana kelas yang kosong. Entahlah, apa memang
seperti itu tugas kepala sekolah.
Beda
dengan guru pada umumnya yang mengisi pelajaran seperti buku yang sedang
berbicara, Pak Diro mengisi ceramah seperti seorang motivator. Sayang nya ia
terlalu sering mengulang petuah bijaknya sehingga sebagian siswa bosa mendengar
kata-kata motivasinya. Apalagi sebagai mantan tentara pelajar, ia sering
bersikap keras kepada siswa yang melanggar aturan sekolah. Oya, istilah
motivator tidak dikenal di era tahun 80an, setidaknya bagi saya dan teman-teman.
Hari itu kelas ku hiruk pikuk tidak karuan. Beberapa siswa tampak ngerumpi
soal acara TVRI tadi malam, tentang Aneka Ria Safari yang menampilkan artis Rinto Harahap, Betharia Sonatha, Dedy Dukun, Rano
Karno. Beberapa anak
yang rajin belajar tampak asyik berdiskusi tentang peajaran.
Rinto Harahap adalah pengarang
lagu paling produktif di tahun 1980an. Dikenal sebagai pencipta lagu cengeng. Ia banyak
dikritik oleh anak-anak yang merasa keren dan modern, tapi popularitas
lagu-lagunya tak terkalahkan. Ia rajanya lagu cengeng. Aku pikir, ia memang
layak punya pengikut jutaan rakyat Indonesia yang kala itu sedang terbelenggu
oleh era pemerintahan yang otoriter. Saya sebut otoriter bukan bahasa politik,
ini hanya sekedar kekesalan, kenapa
lihat TV di saat aku SMA yang ada hanya satu, TVRI. Beliau Bapak Presiden konon belum berkenan
memberi izin TV swasta. Ya sudah, pagi siang malam, hanya bisa nonton acara TV.
Sampai-sampai lagu cengeng pun bisa terdengar enak ditelingaku. Cengeng bisa
jadi langkah yang bijak di masa otoriter hehe, nggak ada hubungannya kali.
Aku mengintip keluar jendela, terlihat sesosok manusia
berjalan tegap, langkahnya cepat dan tegap seperti tentara, namun wajahnya
tak bisa menyembunyikan usianya yang sudah mencapai 50an tahun. Sebagian
rambutnya memutih. Meskipun guru, ia lebih bersikap seperti militer. Kebanggaannya sebagai
mantan tentara pelajar sering disampaikan di berbagai kesempatan.
Ia berjalan menuju kelasku yang
ramai karena guru biologi tidak hadir. Teman saya Adi dan Kus yang duduk persis
di belakangku dan sedang lempar-lemparan kapur tulis bekas, segera menghentikan
aktivitasnya dan kembali ke tempat duku dengan sedikit terrengah-engah.
Emh,
kapur tulis. Iya, ini produk di jaman saya SMA. Belum ada white board. Guru harus menulis di papan tulis hitam, dengan kapur
tulis putih.
Keriuhan kelas segera terhenti, ketika pak Sudiro tiba-tiba nyelonong masuk.
“Pelajaran apa hari ini? “
“Biologi Pak”
Seperti sebuah reflek, Pak Diro langsung mengambil kapur yang
setengah membelakangi siswa, ia menulis satu kata ; “biologi” di
ujung kiri atas papan tulis yang posisinya lebih tinggi dari badannya.
Ia
mengenakan pakaian safari warna coklat, khas pejabat yang ingin tampil
berwibawa.
“Kalian tahu apa perlunya biologi
untuk masa depan kalian?,” tanyanya serius.
Semua siswa terdiam. Entah kenapa kalau Kepsek bicara, semua siswa
terdiam, seperti terhipnotis oleh wibawanya. Ada yang takut, ada yang bingung, ada
yang diam karena memberikan penghormatan
untuk pimpinan sekolah.
Pertanyaanya
ke siswa, kerap kali menyadarkan saya bahwa selama ini saya kurang kritis. Cuman
sayangnya, semua pertanyaan penting dan mendasar itu tak pernah muncul di soal
ulangan. Itu sebabnya siswa sering mengganggap betapa tidak pentingnya diberi pelajaran oleh Mr GMK.
“Jadi kalian selama ini tidak
pernah bertanya, apa gunanya Biologi?” kembali ia bertanya.
"Kalau masuk kedokteran, Biologi itu penting pak," seorang
di belakang mencoba berani menjawab.
“Ya bagus. Ada lagi?”
“Kalau kalian belajar biologi,
lihatlah betapa banyak tanaman, buah-buahan yang dibuang begitu saja. kelak ilmu biologi
akan memberikan jawabannya. Dan kalianlah kelak yang bisa mendalami ilmu ini.” Urainya
sampai sesekali berharap ada siswa lain yang menunjukkan jari untuk menjawab
pertaanyaannya.
“Coba kalian pikirkan, apakah
benar pace (mengkudu) yang di halaman belakang itu buahnya tak berguna, sehingga dibuang begitu saja?”
“Pasti kelak akan ditemukan
manfaatnya. Kelak mengkudu mungkin jadi tanaman obat, atau apapun. Kalian
akan mampu menjawabnya jika mendalami Biologi”, urainya.
“Kalian
pasti bertanya, bagaimana cara menemukannya manfaat menggkudu.
Begini.
Pak Diro
langsung menjelaskan tentang klasifikasi tanaman, teknik analisa laboratorium,
cerita tentang bagaimana penemuan Louis Pasteur tentang bakteri dan Thomas Alva Edison yang harus menemukan lampu
pijar melalui 1000 kali percobaan.
Louis Pasteur kata Pak Diro, adalah seorang ahli kimia dan mikrobiologi
kelahiran Perancis yang terkenal karena penemuannya tentang prinsip vaksinasi,
fermentasi mikroba dan pasteurisasi. Dari hasil penemuannya berupa vaksinasi ia
telah berhasil menurunkan angka kematian akibat penyakit rabies dan antraks.
Penemuan
medisnya memberikan dukungan langsung untuk teori kuman penyakit dan
penerapannya dalam klinis kedokteran. Dia dikenal masyarakat karena penemuannya
tentang teknik pengolahan susu dan anggur untuk menghentikan kontaminasi
bakteri, yang disebut pasteurisasi. Ia dianggap sebagai salah satu dari tiga
pendiri utama bakteriologi , bersama dengan Ferdinand Cohn dan Robert Koch, dan
dikenal sebagai "bapak mikrobiologi".
Soal mengkudu Pak Diro menyinggung soal banyaknya spesies mengkudu
yang termasuk genus Morinda. “Kalian perlu tahu, terdapat
sekitar 80 spesies tanaman yang termasuk dalam genus Morinda,” ujarnya.
Morinda tumbuh di pulau-pulau besar maupun kecil, di antaranya
Indonesia, Malaysia dan pulau-pulau yang terletak di Lautan India dan Lautan
Pasifik. “Hanya sekitar 20 spesies
Morinda yang mempunyai nilai ekonomis, antara lain: Morinda bracteata, Morinda
officinalis, Morinda fructus, Morinda tinctoria dan Morinda citrifolia. Morinda
citrifolia adalah jenis yang paling populer, sehingga sering disebut sebagai
"Queen of The Morinda". Spesies ini mempunyai nama tersendiri di
setiap negara, antara lain Noni di Hawaii, Nonu atau Nono di Tahiti, Cheese
Fruit di Australia, Mengkudu di Indonesia dan Malaysia,” Pak Diro menguraikan ilmunya yang tidak ad adi mata pelajaran Biologi.
“Pak Diro kelihatan sangat pintar, mungkin karena sebagai guru biologi
yang mencintai profesinya, ia banyak membaca
buku-buku biologi,” pikirku.
Belakangan
saya menyadari, pelajaran kosong itu
justru sangat membekas di pikiranku. Meski yang dibahas pak Diro tidak pernah
keluar di ulangan, aku merasa senang
dengan pengetahuan yang sulit dilupakan.
Memasuki
abad 21 ketika mengkudu mendadak menjadi populer sebagai salah satu tanaman
obat dengan berbagai produk berlabel Noni, ingatan saya kembali ke masa pelajaran kosong di sekolah ku. ***(masih draft)
0 komentar:
Posting Komentar